Senin, 28 Mei 2012

ASKEP anak dengan leukemia



A.    Pengertian
Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopietik.

B.     Patofisiologi
Klasifikasi leukemia dibagi menjadi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok – agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit  ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada  morfologis diferensiasi sel  dan pematangan sel-sel leukemia predominan  di dalam sum-sum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Kalsifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi  klinik, prognosis dan pengobatannya.

Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia lemfositik, terutama kronik menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun. 

Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan penting.  Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot.  Faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil.  Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.

Leukemia akut baik granulositik atau mielositik  merupakan jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik (Clarkson, 1983).  Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan tachypnea.  Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. Tulang mingkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.

Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa.  Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur – unsur sum-sum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan.   Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler  sum-sum tulang belakang


C. Pengkajian

   SISTEM
DATA SUBYEKTIF
DATA OBYEKTIF
Aktivitas
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
Sirkulasi
Berdebar
Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
Eliminasi
Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas,  Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan  output urine.
Perianal absess, hematuri.
Rasa nyaman
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.
Meringis, kelemahan, hanya  berpusat pada diri sendiri.
Rasa aman
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
Dpresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung.
Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis,  pembesaran  kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
Makan dan minum
Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan,  nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.
Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).

Sexualitas

Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.

Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasa
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
Respirasi
Nafas pendek,
Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
Belajar
Riwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfe-nikol, terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi.  Kesalahan kromosom,


Data penunjang:
Penghitungan  sel darah :
-          Normocitic, normokromik anemia
-          Hb < 10 g/100 ml
-          Retikulosit :  rendah
-          Platelet count : < 50.000/mm
-          WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
-          PT/PTT memanjang
-          LDH meningkat
-          Serum asam urat dalam urine : meningkat
-          Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
-          Serum tembaga : meningkat
-          Serum Zinc : menurun
-          Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
-          Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
-          Lymp node biopsy : tampak pengecilan

C.    Diagnose Keperawatan
1.      Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
2.      Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam
3.      Nyeri s.d pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
4.      Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
5.      Kurangnya pengetahuan  tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan s.d kurangnya informasi, atau misinterprestasi.




D.    Intervensi Keperawatan dan Rasional

DX
INTERVENSI
RASIONAL
1


















































2.
































3.


















4.












5
-       Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung. Awasi pemberian buah dan sayyur segar.

-       Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien

-       Monitor vital sign



-       Cegah peningkatan suhu tubuh dengan cara pemberian cairan yang adekuat serta lakukan kompres hangat.



-       Lakukan pemeriksaan suara nafas dan batuk secara teratur..
-       Pegang klien dengan lembut dan linen tetap kering dan rapi.
-       Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.

-       Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.

-       Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
-       Awasi istirahat dan pola tidur klien secara  ketat.
-       Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.

-       Lakukan tindakan kolaborasi:
-    Blood test count :  WBC dan Neutrofil.


-    Lakukan kulture

-    Pemberian antibiotik sesuai order.
-    Review serial X-Ray

-    Berikan makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan infeksi sperti yang sudah dimasak atau yang sudah diproses secara higienes.

-    Monitor intake dan out-put





-    Tim bang berat badan  setiap hari


-    Monitor Tensi dan frekwensi jantung.

-    Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
-    Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.


-    Lakukan tindakan yang lembut untuk mencegah perlukaan seperti menggunakan sikat gigi yang lembut, kapas swab, lakukan tepid sponge, gunakan alat cukur elektrik.
-    Kolaborasi:
-    Lakukan pemasangan IV line

-    Monitor laboratorium Platelet, Hb/Ct, cloting.

-    Pemberian anti muntah

-    Pemberian Alluporinol


-    Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri (0 – 10)
-    Monitor vital sign dan kaji ekpresi nonverbal.
-    Jaga lingkungan agar tetap tenang
-    Kurangi stimulasi yang meningkatkan stress.
-    Letakkan pada posisi nyaman

-    Lakukan perubahan posisi secara periodic

-    Evaluasi koping mekanisme klien
-  Kolaborasi:
-          Kadar asam urat
-          Pemberian analgetik
-          Pemberian narkotik
-          Antianxiety

-    Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.


-    Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup
-    Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi
-    Kolaborasi:
-          Antiemetik
-          Berikan oksigen


- Berikan penjelasan tentang patologi leukemia, tindakan serta prognosenya.kepada keluarga


-       Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.

-       Mencegah infeksi silang


-       Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
-       Membantu menghilangkan demam yang dapat menimbulkan ketidak seimbamgan cairan tubuh, ketidak nyamanan serta komplikasi CNS.
-       Mencegah sumbatan sekresi saluran pernafasan.
-       Mencegah eksoriasi.

-       Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat rendahnya kadar granulosit).
-       Jaringan mukosa mulut merupakan  medium bagi perkembangan bakteri.
-       Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.
-       Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien.
-       Untuk mempertahankan daya tahan tubuh klien dan keseimbangan cairan tubuh kien.

-    Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan  efek samping dari pengobatan kemoterapi.
-    Untuk mengetahui sensitivitas kuman.
-    Untuk mencegah infeksi
-    Indikator dari perkembangan kondisi klien.





-  Penurunan volune cairan dapat menjadi prekusor kerusakan RBC sehingga dapat menimbulkan kerusakan tubulus ginjal dan terbentuknya batu ginjal.

-  Untuk melakukan analisis tentang fungsi ginjal.

-  Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia.
-  Sebagai indicator status dehidrasi.

-    Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah beresiko menimbulkan  perdarahan yang tak terkontrol.
-    Jaringan yang lemah, dan mekanisme pembekuan yang abnormal sering menjadi penyebab perdarahan  tak terkontrol.

-    Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
-    Jika platelet count < 20000/mm. Penurunan Hb/Hct  dapat menimbulkan perdarahan.
-    Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan.
-     Mencegah timbulnya nefropati


-    Untuk mempermudah intervensi dan observasi terhadap
-    Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri.
-    Meningkatkan kesempatan istirahat dan memperbaiki koping mekanisme.
-    Mencegah rasa tidak nyaman pada persendian
-    Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.

-    Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri.





- Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.
-    Untuk menyimpan energi dan perbaikan sel.
-     






- Menyiapkan mental untuk tindakan menghadapi kasus yang diderita anaknya.



ASKEP post partum dengan HPP

A.       Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP. Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.

B.       Klasifikasi perdarahan.
·           Perdarahan  paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia  yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
·           Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.

C.       Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
·           Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1.         Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan    perineum, luka episiotomi.
2.         Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3.         Gangguan mekanisme pembekuan darah.
·           Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat  biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

D.       Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
1.         Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2.         Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3.         Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4.         Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

E.       Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

F.        Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda
Penyulit
Diagnosa penyebab
·         Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·         Perdarahan segera setelah bayi lahir
·         Syok
·         Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar
·         Atonia uteri
·         Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
·         Uterus berkontraksi dan keras
·         Plasenta lengkap
·         Pucat
·         Lemah
·         Mengigil
·         Robekan jalan lahir
·         Plasenta belum lahir setelah 30 menit
·         Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
·         Tali pusat putus
·         Inversio uteri
·         Perdarahan lanjutan
·         Retensio plasenta
·         Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
·         Perdarahan segera
·         Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
·         Tertinggalnya sebagian plasenta
·         Uterus tidak teraba
·         Lumen vagina terisi massa
·         Neurogenik syok, pucat dan limbung
·         Inversio uteri

G.      Penatalaksanaan
1.         Penatalaksanaan umum
a.         Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b.         Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c.         Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d.        Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e.         Atasi syok jika terjadi syok
f.          Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g.         Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h.         Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i.           Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j.           Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2.         Penatalaksanaan khusus
a.         Atonia uteri
v  Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
v  Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,     lakukan pengurutan uterus
v  Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
v  Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
v  Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas  kesehata rujukan.
v  Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
v  Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.



b.         Retensio plasenta dengan separasi parsial
v  Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
v  Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
v  Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
v  Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
v  Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
v  Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
v  Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).

c.         Plasenta inkaserata
v  Tentukan diagnosis kerja
v  Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
v  Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
v  Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
v  Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
v  Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
v  Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
v  Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
v  Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

d.        Ruptur uteri
v  Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
v  Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
v  Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus
v  Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
v  Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
v  Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

e.         Sisa plasenta
v  Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
v  Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
v  Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
v  Hb  8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

f.          Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
v  Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
v  Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
v  Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
v  Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
v  Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
v  Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
v  Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
v  Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
v  Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
v  Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

g.         Robekan serviks
v  Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
v  Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
v  Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
v  Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
v  Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
v  Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

H.       Pengkajian
1.       Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35    tahun
2.       Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3.       Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4.       Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5.       Pengkajian fisik :
v  Tanda vital :
·            Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
·            Nadi                 :  Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
·            Pernafasan       : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
·            Suhu                 : Normal/ meningkat
·            Kesadaran         :  Normal / turun
v  Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
v  Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
v  Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
v  Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

I.          Diagnosa Keperawatan
1.         Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
2.         Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
3.         Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4.         Resiko infeksi s/d perdarahan
5.         Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.

J.         Rencana tindakan keperawatan
1.         Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
Goal : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1.         Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
2.         Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3.         Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4.         Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5.         Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6.         Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
7.         Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya shock
8.         Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9.         Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada subinvolusio
10.     Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2.         Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
Goal : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1.         Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2.         Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3.         Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4.         Tindakan kolaborasi :
v  Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
v  Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).

3.         Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Goal : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1.         Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2.         Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3.         Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4.         Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5.         Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6.         Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

4.         Potensial infeksi sehubungan dengan perdarahan
Goal : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1.         Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2.         Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
3.         Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4.         Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5.         Tindakan kolaborasi
·           Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
·           Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).

5.         Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
Goal :
Rencana tindakan :
1.          
R/

K.      Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
·         Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah          : 110/70-120/80 mmHg
b.  Denyut nadi             : 70-80 x/menit
c.  Pernafasan               : 20 – 24 x/menit
d. Suhu                         : 36 – 37 oc
·         Kadar Hb                      : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
·         Gas darah dalam batas normal
·         Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
·         Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
·         Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
·         Klien tidak merasa nyeri
·         Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya


Sumber Pustaka :

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of  Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.

Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien  Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995),  Maternity Nuring ,  Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.

Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.